Proses Komunikasi
Rabu, 24 April 2013
1
komentar
PROSES KOMUNIKASI
Proses
komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh
seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan
gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan
bisa berupa keyakinan, kepastian, keragua-raguan, kekhawatiran, kemarahan,
keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.[53]
A. Tahapan
Proses Komunikasi
Proses
komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada
penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Tahapan proses komunikasi
adalah sebagai berikut :
- Penginterprestasian, yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi dalam diri komunikator. Artinya, proses komunikasi tahap 1 bermula sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil menginterpretasikan apa yang ia pikir dan rasakan ke dalam pesan – masih abstrak. Proses penerjemahan motif komunikasi ke dalam pesan disebut interpreting.
- Penyandian, tahap ini masih ada dalam komunikator dari pesan yang bersifat abstrak berhasil diwujudkan akal budi manusia ke dalam lambang komunikasi. Tahap ini disebut encoding, akal budi manusia berfungsi sebagai encorder, alat penyandi : merubah pesan abstrak menjadi konkret.
- Pengiriman, proses ini terjadi ketika komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah yang disebut transmitter, alat pengirim pesan.
- Perjalanan, terjadi antara komunikator dan komunikan, sejak pesan dikirim hingga pesan diterima oleh komunikan.
- Penerimaan, tahapan ini ditandai dengan diterimanya lambang komunikasi melalui peralatan jasmaniah komunikan.
- Penyandian balik, tahap ini terjadi pada diri komunikan sejak lambang komunikasi diterima melalui peralatan yang berfungsi sebagai receiver hingga akal budinya berhasil menguraikannya (decoding).
- Penginterpretasian, tahap ini terjadi pada komunikan, sejak lambang komuikasi berhasil diurai dalam bentuk pesan. [54]
Proses komunikasi bisa ditinjau dari dua perspektif;
perspektif psikologis dan perspektif mekanistis.
1.
Proses komunikasi dalam
perspektif psikologis; ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika
seorang komunikator berniat akan menyampaikan pesan kepada komunikan, maka
dalam dirinya terjadi suatu proses.
Proses
"mengemas" atau "membungkus" pikiran dengan bahasa yang
dilakukan komunikator dalam bahasa komunikasi dinamakan encoding. Hasil
encoding berupa pesan itu kemudian ditransmisikan atau dikirimkan kepada
komunikan. Selanjutnta giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi
intrapersonal. Proses dalam diri komunikan disebut decoding seolah-olah
membuka kemasan atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator. Apabila
komunikan mengerti isi pesan atau pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi.
Sebaliknya bilamana komunikan tidak mengerti, maka komunikasi pun tidak
terjadi.
- Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis; proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau "melemparkan" dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga, indera mata, atau indera-indera lainnya.
Proses
komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat situasional,
bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung. Proses dalam
perspektif mekanistis dapat diklasifikasikan menjadi proses komunikasi secara
primer dan secara sekunder.[55]
a. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa,
isyarat, gambar, warna dan lain-lain sebagainya yang secara langsung
mampu "menterjemahkan" pikiran atau perasaan komunikator
kepada komunikan.[56]
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator mengunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya
karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau
jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi
dan banyak lagi media lainnya yang sering digunakan dalam komunikasi.[57]
c. Proses Komunikasi Secara Linier
Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses
linear berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus. Dalam
konteks komunikasi, proses linear adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linear ini
berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face-to-face
communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia (mediated
communication), namun seringnya berlangsung pada komunikasi bermedia, kecuali
melalui media telepon.
d. Proses Komunikasi Secara Sirkular
Sirkular sebagai terjemahan dari perkataan
"circular" secara harfiah berarti bulat, bundar atau keliling sebagai
lawan dari linear yang berarti lurus. Dalam konteks komunikasi yang dimaksud
dengan proses secara sirkular itu adalah terjadinya feedback atau umpan
balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan kepada komunikator. Feedback yang
mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah "response" atau
tanggapan komunikan terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.[58]
B.
Teknik Penyampaian Pesan
Komunikasi
1.
Bermedia
Komunikasi tidak berubah; hanya pemahaman kita yang
bisa berubah, fenomena komunikasi manusia terdapat pada semua tingkatan
sosiologis. Kadang-kadang para ahli yang ingin membedakan secara jelas antara
komunikasi interpersonal dengan komunikasi massa akan melontarkan konsep
"komunikasi bermedia".
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar
psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar manusia, maka media yang
paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indera manusia seperti mata,
dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca indera selanjutnya diproses dalam
pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu,
sebelum dinyatakan dalam tindakan.
Hafied Cangara dalam bukunya Pengantar Ilmu
Komunikasi menggolongkan media atas empat macam, yakni :
a.
Media antar pribadi
Untuk hubungan perorangan (antarpribadi), maka media
yang tepat digunakan adalah kurir (utusan), surat, dan telepon. Kurir banyak
digunakan oleh orang-orang dahulu untuk menyampaikan pesan. Di daerah-daerah
pedalaman pemakaian kurir sebagai saluran komunikasi masih ditemukan, misalnya
melalui orang yang berkunjung ke pasar pada hari-hari tertentu, sopir oto yang
dititipi pesan, pedagang antarkampung dan sebagainya.
Surat adalah media antarpribadi yang makin banyak digunakan, terutama dengan makin
meningkatnya sarana pos serta makin banyaknya penduduk yang dapat menulis dan
membaca. Surat dapat menampung pesan-pesan yang sifatnya pribadi, tertutup dan
tak terbatas oleh ruang dan waktu. Telepon selain memiliki kelebihan dalam
kecepatan pengiriman dan penerimaan informasi, telepon juga lebih ekonomis
dibandingkan dengan biaya transportasi, waktu yang relatif singkat serta
interaktif.
b.
Media Kelompok
Dalam
aktivitas komunikasi yang melibatkan khalayak lebih dari 15 orang, maka media
komunikasi yang banyak digunakan adalah media kelompok, misalnya rapat, seminar
dan konferensi. Rapat biasanya digunakan untuk membicarakan hal-hal penting
yang dihadapi suatu organisasi.
c. Media Publik
Kalau
khalayak sudah lebih dari 200-an orang maka media komunikasi yang digunakan
biasanya disebut media publik, misalnya surat kabar, rapat raksasa, dan
semacamnya. Dalam rapat akbar, khalayak berasal dari berbagai macam bentuk
tetapi masih mempunyai homogenetis, misalnya kesamaan partai, kesamaan agama,
kesamaan kampung dan sebagainya.
d.
Media Massa
Jika
khalayak tersebar tanpa diketahui dimana mereka berada, maka biasanya digunakan
media massa. Media massa adalah alat yang dibunakan dalam penyampaian pesan
dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, televisi, radio dan film.[59]
2. Tidak
Bermedia
a.
Pesan Verbal
Kode
verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Ada dua cara untuk mendefinisikan
bahasa :
1). Fungsional (dari segi fungsinya) "alat
yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan";
2). Formal: "semua kalimat yang
terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa".
Bahasa memiliki tiga fungsi :
1). Penamaan (labeling); penjulukan merujuk pada usaha
mengidentifikasi
2). Interaksi; menekankan berbagi gagasan dan emosi yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3). Transmisi informasi.[60]
Proses verbal tidak hanya
meliputi bagaimana cara berbicara dengan orang lain, namun juga kegiatan
internal berpikir dan pengembangan makna bagi kata-kata yang digunakan.
Bahasa
verbal merupakan sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud.
Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek
realitas individual. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas yang
tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang
diwakili oleh kata-kata. Bila budaya disertakan dalam proses abstraksi
tersebut, maka problemnya akan menjadi semakin rumit.[61]
Secara
sederhana bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem lambang terorganisasikan,
disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar, yang digunakan untuk
menyajikan pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas geografis.[62]
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya dalam rangka menyalurkan
kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa juga sebagai alat bagi orang untuk
berinteraksi kepada orang lain dan juga sebagai alat berpikir. Karena itu,
bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkomunikasi sekaligus menjadi
pedoman untuk melihat realitas sosial. Bahasa mempengaruhi persepsi,
menyalurkan, dan turut membentuk pikiran.[63]
Walaupun
komunikasi verbal sebagai sarana komunikasi utama, namun jika dilihat dari
porsi keseluruhan komunikasi porsinya hanya 35%, dan banyak orang tidak sadar
bahwa bahasa itu terbatas. Diantara keterbatasannya adalah: keterbatasan jumlah
kata yang tersedia untuk mewakili objek; kata-kata bersifat ambigu dan
kontekstual; kata-kata mengandung bias budaya; dan seringnya terjadi
pencampuradukkan fakta, penafsiran dan penilaian.[64]
Beberapa
masalah yang timbul dari bahasa dikarenakan diantaranya:
1)
Bahasa Abstrak
Penggunaan
bahasa abstrak seringkali menimbulkan kesulitan komunikasi yang disebabkan oleh
ketidakjelasan kata-kata. Apabila konsepnya semakin tidak jelas, atau abstrak,
maka semakin sulit pula menyandi makna yang dimaksud.[65]
Yang dimaksud di
sini adalah, dalam mengucapan suatu kata bisa saja sama penyebutannya, namun
pemaknaan dari kata tersebut dapat berbeda dari setiap individu. Karena itu
jika komunikator menggunakan kata-kata yang susah dimengerti maka sangat
memungkinkan terjadi kesalahan persepsi.
2)
Inferensi
Inferensi adalah suatu kesimpulan atau penilaian yang
diperoleh dari bukti atau asumsi.[66]
Setiap manusia pasti mempunyai kekurangan dan keterbatasan,
bahasa tidak sepenuhnya dapat mewakili apa yang dimaksud sesungguhnya oleh
komunikator maupun komunikan, dalam interaksi setiap individu berusaha memaknai
pesan yang diterima, memberikan penilaian maupun kesimpulan dari apa yang
didapatnya, bisa berdasarkan bukti (seberapa banyak bukti yang diperoleh juga
mengandung unsur kekurangan tergantung lagi pada kapasitas setiap individu)
apalagi jika hanya berdasar pada tingkat asumsi yang terkadang banyak
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari internal diri pribadi komunikator
atau komunikan, maupun ada ganggungan dari faktor eksternal. Sehingga hal ini
juga dapat menghambat efektifnya jalinan komunikasi.
3). Dikotomi
Dikotomi atau kata-kata yang bertolak belakang (polar words)
seringkali menjadi salah satu penyebab masalah bahasa.[67]
Jika pada point b kesalahan terjadi karena
keterbatasan/kesalahan pemahaman karena
kekurangan dalam hal pengambilan kesimpulan atau kesalahan asumsi yang di
bangun, maka point ini sangat jelas bahwa ketidakberhasilan pemahaman pesan
karena adanya penggunaan kata yang dimaksud dengan yang terucap berbeda. Jika
menggunakan komunikasi jenis ini, perlu kejelian bagi komunikator dan
kepekaan yang tinggi dari komunikan agar pesan yang disampaikan dengan
yang diterima memiliki makna yang sama.
4). Eufemisme
Eufemisme adalah penggantian kata/istilah yang lugas dengan kata/istilah
yang agak halus, sama atau tidak terlalu emosional.[68]
Penggunaan bahasa jenis ini sering dilakukan untuk menghindari konfrontasi
secara langsung lewat kata-kata oleh komunikator kepada komunikan, agar
terkesan tiak terlalu vulgar. Namun kendalanya adalah akan berakibat pada
penerimaan komunikan yang menganggap pesan yang disampaikan kurang penting
sehingga tanggapan yang didapat komunikator tidak sejalan dengan apa yang
diharapkan.
5). Bahasa ekuivokal
Ekuivokal yaitu memiliki dua atau lebih interpretasi.[69]
Penggunaan bahasa ini jelas dapat mendatangkan kesalahpahaman jika arti
yang di maksud pada masing-masing individu adalah berbeda.
TEORI
GENERAL SEMANTIC
Bahasa seringkali tidak lengkap mewakili kenyataan.
Teori ini berusaha menguraikan kesalahan penggunaan bahasa, menelaah bagaimana
berbicara cermat, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan yang sebenarnya,
bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan
kesalahpahaman.
Peletak dasar teori ini adalah Alfred Korzybski yang
kemudian dipopulerkan oleh Wiendell Johnson dan Hayakawa.
Ada empat hal yang ditekankan dalam teori ini, yaitu
2 perintah dan 2 larangan :
1). Berhati-hati
menggunakan "abstraksi" (proses memilih unsur-unsur realitas untuk
membedakannya dari hal-hal yang lain).
Abstraksi menyebabkan
cara-cara penggunaan bahasa yang tidak cermat, 3 buah diantaranya :
a). Dead
Level Abstracting (abstrak kaku)
b). Undue Identification, dengan
menempatkan sekian banyak objek dalam satu kategori, dengan sitilah lain
overgeneralisasi. Exp : pernyataan "semua wanita matre" untuk itu
diperlukan indeks, yaitu wanita 1, dst.
c). Two-value Evaluation;
penilaian dua nilai, pemikiran kalau bagiti kalau begini. Ialah kecenderungan
menggunakan hanya dua kata untuk melukiskan keadaan. Untuk itu diperlukan multi
nilai.
2). Berhati-hati dengan dimensi waktu.
Bahasa itu statis, sedangkan realitas dinamis. Ketia
kita membicarakan seseorang pada waktu 10 tahun yang lalu, seakan dia masih
seprti sekarang, karena itu diperlukan penanggalan (dating). Dating memaksa
individu untuk mengakui faktor perubahan, untuk menilai lingkungan, untuk
membuat ujaran verbal yang cocok dengan fakta kehidupan yang ada dewasa ini.
3). Jangan mengacaukan kata dengan rujukannya.
Kata-kata atau pernyataan sering merupakan proyeksi
tidak sadar dari diri kita sendiri. Kata hanya mewakili rujukan, bukan rujukan
itu sendiri. Dunia kata hanya kumpulan lambang-lambang yang mengungkapkan
reaksi kita pada realitas dan bukan realitas itu sendiri.
Contoh : kita menyebut "jeruk itu manis".
Dengan kata itu kita mengasumsikan bahwa jeruk itu manis, padahal sebetulnya
perasaan kitalah yang menilai manis; orang lain mungkin merasakannya kecut.
4). Jangan
mengacaukan pengamatan dengan kesimpulan
Ketika melihat fakta, kita
membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu. Pernyataan itu kita sebut pernyataan.
Kita menarik kesimpulan bila
menghubungkan hal-hal yang diamati dengan sesuatu yang tidak diamati. Exp :
Kita berkata : "baju Wati sudah kehilangan warna" berarti kita sedang
melakukan pengamatan. Namun jika kita berkata : Wati kurang memperhatikan
pakaiannya:, itu adalah kesimpulan.[70]
b.
Pesan Nonverbal
Meskipun secara teoritis, komunikasi non verbal
dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis
komunikasi ini jalin menjalin dalam komunikasi tatap muka sehari-hari. Suatu
perbedaan yang menonjol antara pesan verbal dan pesan non verbal adalah bahwa
pesan verbal terpisah-pisah, sedangkan pesan non verbal sinambung. Sementara
perilaku verbal adalah saluran tunggal, perilaku non verbal bersifat multi
saluran.
Definisi harfiah komunikasi nonverbal yaitu komunikasi tanpa
kata-kata.[71]
Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan suatu peristiwa
komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Meskipun secara teoritis,
komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dengan komunikasi verbal, dalam
kenyataannya kedua jenis komunikasi itu jalin menjalin dalam komunikasi tatap
muka sehari- hari.[72]
Adapun fungsi dari Pesan Non Verbal :
1)
Repetisi : Mengulang kembali
gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Contoh : setelah menolak, menggeleng-geleng
kepala.
2)
Substitusi : Menggantikan
lambang-lambang verbal
3)
Kontradiksi : Menolak pesan
verbal/memberi makna lain terhadap pesan verbal. Contoh memuji tapi dengan
mencibir.
4)
Komplemen : Melengkapi dan
memperkaya makna pesan non verbal. Contoh : air muka/air mata pertanda
penderitaan.
5)
Aksentuasi: Menegaskan pesan non
verbal/menggarisbawahi. Contoh : Mengungkapkan betapa jengkelnya dengan memukul
meja.[73]
Klasifikasi Pesan Nonverbal bisa berupa bahasa tubuh,
sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak
pribadi, konsep waktu, diam, warna dan artefak. [74]
Jika pesan verbal yang terdengar jelas ditelinga saja sangat memungkinkan
terjadinya kesalahpahaman baik dikarenakan keterbatasan bahasa itu sendiri
dalam mewakili maksud dari komunikator maupun komunikan, terlebih lagi
keterbatasan pemahaman dan kesenjangan yang terjadi pada diri komunikator dan
komunikan, sehingga komunikasi tidak berjalan dengan baik. Terlebih lagi dalam
penyampaian pesan yang sifatnya nonverbal yang memiliki kemungkinan lebih
banyak perbedaan antara diri komunikator dengan komunikan.
Untuk lebih
rinci dilihat dari klasifikasi pesan nonverbal:
1)
Bahasa tubuh; bahasa tubuh di sini bisa berupa isyarat tangan, gerakan
kepala, postor tubuh dan posisi kaki, ekspresi wajah dan tatapan mata. Dalam
konteks keilmuan memang ada bidang yang menelaah bahasa tubuh, namun dalam
hubungan komunikasi antarmanusia lebih sering bahasa tubuh timbul secara
refleks berdasarkan kebiasaan sehari-hari atau yang sudah biasa ditiru atau pun
diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika komuniaktor dan komunikan
berinteraksi bisa saja menggunakan bahasa tubuh yang hampir sama, namun dapat
diartikan berbeda jika keduanya berasal dari budaya yang berbeda yang memiliki
interpretasi bahasa tubuh yang berbeda pula.
2)
Sentuhan, dalam konteks keilmuan juga
ada bidang yang menelaah tentang sentuhan, namun sekali lagi dalam
hubungan komunikasi antarmanusia sentuhan juga
sering timbul secara refleks berdasarkan kebiasaan sehari-hari atau yang
sudah biasa ditiru atau pun diwariskan dari generasi ke generasi. Seperti makna
verbal, makna pesan nonverbal termasuk sentuhan, bukan hanya bergantung pada
budaya, tetapi juga pada konteks.
3)
Parabahasa, atau vokalika yang merujuk pada bagaimana kata diucapkan
seperti kecepatan berbicara, intensitas (voleme) suara, intonasi, dialek dan
sebagainya. Terkadang komunikan bosan atau tidak simpatik kepada komunikator
bukan karena isi dari perkataan yang disampaikan, namun karena penggunaan
parabahasa yang tidak semestinya.
Mehrabian dan Ferris menyebutkan bahwa parabahasa adalah
terpenting kedua setelah ekspresi wajah dalam menyampaikan perasaan dan emosi.
Menurut formula mereka, parabahasa memiliki andil 38% dari keseluruhan impak
pesan.[75]
4)
Penampilan fisik, tidak bisa dipungkiri setiap orang memiliki
persepsi/pencitraan terhadap penampilan fisik seseorang, baik itu berhubungan
dengan busana yang dipakai, dan juga ornamen/asesoris yang dikenakan, demikian
juga dengan karakteristik fisik pada orang yang bersangkutan. Kendala yang
terjadi jika penampilan fisik yang
terlihat tidak sesuai dengan kenyataa sebenarnya, baik disebabkan oleh karena
ketidaktahuan atau keacuhan, dan lebih parah lagi ketika hal tersebut sengaja
dimanipulasi untuk kepentingan tertentu.[76]
5)
Bau-bauan, dari dulu hingga sekarang bau-bauan juga dapat mengisyaratkan
sebuah pesan, baik dalam konteks komunikasi antarmanusia juga dalam konteks
lain, masih banyak masyarakat di berbagai belahan dunia menggunakan bau-bauan
tertentu dalam acara keagamaan, atau berhubungan dengan dunia binatang atau
dunia yang tidak kasat mata. Kesalahaan penggunaan bau-bauan terutama dari
mereka yang berbeda budaya dapat mengakibatkan kesalahan persepsi yang dapat
berujung pada reaksi dan aksi yang tidak seharusnya terjadi.
6)
Orientasi ruang dan jarak pribadi, setiap pribadi memiliki batas
ruang/jarak yang boleh dan tidak dimasuki oleh orang lain, batasan tersebut
tergantung pada seberapa besar ikatan antara komunikan dengan komunikator, jika
salah satu memasuki jarak yang tidak seharusnya dimasuki, dapat terjadi
kesalahpahaman dan ketegangan, apalagi jika keduanya berasal dari budaya yang
berbeda.
7)
Konsep waktu dan diam , seperti halnya dengan ruang dan jarak pribadi,
setiap individu juga memiliki konsep tentang penggunaan dan penempatan
waktu-waktu tertentu atau pun diamnya
yang boleh dan tidaknya dimasuki oleh pihak lain, kesalahan penempatan
dan persepsi dalam penataan ruang dan waktu juga dapat menimbulkan
kesalahpahaman dan ketegangan.
8)
Warna, manusia sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana
emosianal, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan agama.
Sampai derajat tertentu, tampaknya ada hubungan antara warna yang digunakan
dengan kondisi fisiologis dan psikologis manusia. Kesalahan penempatan warna tidak
saja dapat menimbulkan kesalahpahaman dan ketegangan, namun juga dapat
mendatangkan pertikaian yang berdampak pada kerugian fisik maupun nonfisik.
9)
Artefak, merupakan benda yang dihasilkan oleh manusia, yang bisa dikatakan
perluasan dari pakaian dan penampilan sebelumnya, sehingga penggunaannya juga
dapat mengisyaratkan sebuah pesan.
[53] Prof. Drs. Onong Uchajana Effendy, MA., Ilmu Komuniaksi…,
h.11
[55] Prof. Drs. Onong Uchajana
Effendy, MA., Ilmu, Teori…, h.31-32
[56] Ibid
[57] Ibid., h.16
[58] Ibid., h.40
[59] Hafied Cangara., Pengantar…, h. 131-134
[60] Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., Psikologi…, H. 269
[61] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi…, h. 238.
[62] Deddy Mulyana, Jalaluddin
Rakhmat, M. Sc (editor), Komunikasi Antarbudaya, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003, Cet. ke-7, h.30
[63] Ibid
[64] Ibid, h . 245-254
[65] Stewart L. Tubbs-sylvia Moss, Human Communication,
Konteks-Konteks Komunikasi. Buku Pertama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
cet. ke-2. 2000, h.88
[66] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi…,, h. 90
[67] Ibid, h. 91
[68] Ibid, h. 93
[69] Ibid, h. 94
[70] Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.
Sc. Psikologi..., h. 281-286
[71]
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi…,, h. 112. Defenisi harfiah tersebut
dianggap suatu penyederhanaan yang berlebihan (oversimplification), karena kata
yang berbentuk tulisan tetap dianggap”verbal” meskipun tidak memiliki unsure
suara. Karena itu, Stewart dan D’Angelo (1980) berpendapat bahwa bila kita
membedakan verbal dari nonverbal dan vocal dari nonvokal, akan terdapat empat
kategori atau jenis komunikasi. Komunikasi verbal/vokal merujuk pada komunikasi
melalui kata yang diucapkan. Dalam komunikasi verbal/nonvokal kata-kata
digunakan tapi tidak diucapkan. Gerutuan, atau vokalisasi, terdiri dari
suatu bentuk komunikasi nonverbal/vokal. Sedangkan komunikasi
nonverbal/nonvokal hanya mencakup pada sikap dan penampilan.
[73] Ibid., h. 287
[76] Pembicaraan tentang penampilan fisik, terutama kostum menjadi
perhatian pakar karena berbedanya kultur seseorang akan menggunakan serta
memaknai kostum yang berbeda pula. Walapun kelihatannya sederhana, namun dapat
menjadi kendala dan salah persepsi dalam proses komunikasi. Keterangan lebih
lanjut lihat Don F. Faules, Dennis C. Alexander, Communication and Social
Behavior: A Symbolic Interaction Perspective, USA: Addision-Wesley
Publishing Company, 1978. H. 39
Baca Selengkapnya ....